Koperasi Sebagai Alternatif Lembaga Pendidikan Non Formal

Koperasi itu merupakan organisasi yang unik. Dalam arti ekonomi, ia menjadi salah satu tiang penyangga. Dalam arti sosial, ia memiliki peran yang penting guna mempersatukan berbagai persepsi di masyarakat. Dalam arti politik, ia menjadi contoh terbaik sebagai negara demokrasi yang setiap individunya memiliki satu hak suara yang menentukan. UU No 25/1995 pasal 5 tentang Prinsip Koperasi, mengamanatkan bahwa pengelolaan dilaksanakan secara demokrasi. Dimana satu orang memiliki satu suara dalam Rapat Anggota itu. 

Ada 7 (tujuh) prinsip dasar koperasi yang harus dilakukan oleh setiap insan penggerak koperasi, yakni
  1.  Keanggotaan sukarela dan terbuka.
  2.  Pengelolaan dilakukan secara demokratis.
  3. Pembagian SHU dilakukan secara adil sebanding dengan jasa usaha masing-masing anggota.
  4. Pemberian balas jasa yang terbatas terhadap modal.
  5. Kemandirian dan
  6. Pendidikan serta
  7. Kerjasama.
Dalam fungsi pendidikan itulah, koperasi dapat berperan sebagai lembaga non formal yang turut dapat membantu meningkatkan kemampuan sumberdaya manusia. Tentu dalam kapasitasnya sebagai penyedia ilmu perkoperasian. Peluang inilah yang perlu ditingkatkan dan dikembangkan oleh para pembina di Provinsi ini.

Di dalam berbagai pengarahan, sering kali sang pejabat mengatakan bahwa pembangunan pendidikan berarti membangun sumber daya manusia, dari yang belum terdidik menjadi berpendidikan,yang sudah berpendidikan ditingkatkan kualitas pendidikannya, atau dari yang mempunyai pendidikan umum diarahkan pada pendidikan keahlian atau ketrampilan tertentu untuk mendorong terciptanya kemandirian dalam berusaha.

Pembangunan pendidikan yang seperti ini terasa semakin penting dan mendesak, lebih-lebih bila hal ini dihubungkan dengan era perdagangan bebas. Harapan diatas tidaklah mungkin dapat ditangani sendiri oleh sekolah (pendidikan formal), hal ini dikarenakan belum semua masyarakat berkemampuan memasuki sekolah formal.

Untuk mengatasi kendala ini, pemerintah menyediakan jalur Pendidikan Non Formal (PNF), di mana menurut Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional dikatakan bahwa fungsi PNF adalah mengembangkan potensi peserta didik dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan ketrampilan fungsional serta mengembangkan sikap dan kepribadian professional. Dengan kata lain Pendidikan Non Formal merupakan sebuah pendidikan alternatif bagi mereka yang terkendala dalam memperoleh pendidikan jalur formal.

Hal ini sesuai dengan tujuan PLS yang ada dalam PP 73 tahun 1991, yaitu membina warga belajar agar memiliki pengetahuan, ketrampilan dan sikap mental yang diperlukan untuk mengembangkan diri, bekerja mencari nafkah atau melanjutkan ketingkat atau jenjang yang lebih tinggi serta memenuhi kebutuhan belajar masyarakat yang tidak dapat dipenuhi dalam jalur pendidikan sekolah.

Masalahnya, sampai saat ini keberadaan Pendidikan Non Formal belum banyak dikenal oleh masyarakat. Mengapa bisa terjadi? Padahal petugas Pendidikan Non Formal itu banyak, ada yang namanya Penilik Pendidikan Non Formal, ada Tenaga Lapangan pendidikan masyarakat, ada Tutor, ada Fasilitator Desa Intensif, ada Pamong Belajar. Ditangannyalah banyak program pendidikan non formal yang harus ditebarkan kepada masyarakat yang masih kesulitan mengakses pendidikan formal.

Dengan dukungan dana yang cukup besar, yang dirupakan dalam berbagai bentuk program, seperti dana program rintisan penyelenggaraan kelompok belajar kesetaraan, rintisan program PAUD, penyelenggaraan Keaksaraan Fungsional.

Ada juga program pasca melek aksara, yaitu program yang bertujuan mempertahankan dan meningkatkan kemampuan membaca, menulis dan berhitung (Calistung) dengan mendirikan Taman Bacaan Masyarakat. Program mata pencaharian, yaitu program yang diarahkan untuk meningkatkan ketrampilan bekerja secara berkelompok melalui Kelompok Belajar Usaha, juga ada program peningkatan kualitas hidup, yang termasuk di dalamnya adalah penyelenggaraan pendidikan ketrampilan hidup (life skills) yang diutamakan bagi mereka yang masih belum memiliki pekerjaan agar bisa membuka lapangan kerja secara mandiri.

Biasanya lembaga-lembaga yang dijadikan mitra oleh Dinas Pendidikan Non Formal adalah mereka yang telah memiliki akta kelembagaan, rekening bank atas nama lembaga, seperti Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM), Sanggar Kegiatan Belajar (SKB), Organisasi sosial kemasyarakatan dan lembaga sejenis yang direkomendasikan oleh Dinas Pendidikan setempat.

Program pendidikan non formal yang begitu banyak itu kiranya perlu lebih disosialisasikan keberadaannya kepada masyarakat yang menjadi sasaran program melalui berbagai media massa. Melakukan penyuluhan kepada masyarakat dengan memanfaatkan keberadaan kegiatan yang ada di kampung, seperti arisan PKK, posyandu dan majlis taklim. Semua itu perlu dilakukan agar program pendidikan non formal semakin dikenal oleh masyarakat.

Sehingga upaya mensukseskan percepatan wajib belajar dan pemerataan pendidikan melalui pendidikan non formal bisa dilihat dan dirasakan secara signifikan. Inilah tugas berat yang harus dilakukan oleh para penggiat pendidikan non formal dimana pun berada.

Yang jadi persoalan adalah sejauh mana para penggiat pendidikan non formal ini menyentuh kedalam ranah Koperasi dan UKM. Sebab tiga wajah koperasi yang ada ini sebenarnya mencerminkan sebagai lembaga ekonomi, lembaga sosial dan lembaga pendidikan. Dimana peranan koperasi dalam lembaga ekonomi sudah tidak diragukan lagi kemampuannya dalam turut meningkatkan kesejahteraan hidup masyarakat. Sedangkan perannya sebagai lembaga sosial jelas selama ini koperasi melaksanakan prinsip tidak mendiskriminasikan anggota, perlakuan yang adil terhadap anggota, adanya wadah / forum yang menampung aspirasi anggota dan adanya aturan main yang jelas untuk mendukung keberhasilan demokrasi. 



Terkhusus dalam perannya sebagai lembaga pendidikan, maka koperasi secara tidak langsung telah melaksanakan prinsip pendidikan utamanya menyangkut ideologi, organisasi maupun usahanya. Memberikan promosi kepada anggota sesuai dengan persyaratan jabatan. Dalam suasana seperti inilah sebenarnya koperasi sudah aktif dalam pendidikan kepada anggota yang didukung adanya penyisihan SHU untuk dana pendidikan. Dan ini adalah tugas mulia. Turut mencerdaskan kehidupan bangsa.

Maka bersyukurlah bila di Provinsi ini ada koperasi yang sudah melaksanakan fungsi pendidikan. Baik kepada anggota, pengurus maupun pengawas, serta kepada masyarakat luas yang memang berkeinginan untuk menambah ilmu perkoperasian.
Oleh,
Bambang Sigit Pramono, Ssos. Msi.

Sumber : www.diskopjatim.go.id

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

2 comments:

Unknown said...

ayo isinya jangan terlalu berat, haha

mading_online_perpuskopma said...

terima kasih atas kritikannya .. :)

Post a Comment