EURO Phoria

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Sepatu Dahlan Setiap pagi setelah sholat subuh berjama’ah di surau, ia tidak lantas tidur, baginya tidak ada waktu tidur setelah sholat, ia pergi nyabit rumput untuk memberi makan kambing-kambingnya. Setelah matahari terlihat di ujung pohon tebu, barulah ia pulang dan bersiap untuk pergi ke SR (Sekolah Rakyat) tak ada baju seragam, tak ada tas bagus, dan tentunya tak ada sepatu. setiap hari Dahlan pergi kesekolahnya dengan keadaan nyeker tanpa alas kaki. Ayah Dahlan hanya seorang buruh yang tak punya cukup uang untuk sekedar membelikannya baju, apalagi jika harus membeli sebuah sepatu. Dahlan memang sudah lama memimpikan sebuah sepatu. Sepatu yang akan membantunya dalam perjalanan menuju sekolah, ia membayangkan pasti kakinya tidak akan lecet dan melempuh lagi jika ia kesekolah dengan sebuah sepatu yang melekat dikakinya. Kehidupan seorang Dahlan memang keras, baginya bisa makan sehari tiga kali itu sudah sangat cukup untuknya. Tidak setiap hari ia bisa makan nasi layaknya juragan tebu di Kebon Dalem, Nasi Tiwul dan Sambel Lodeh saja sudah merupakan menu yang nikmat dan tidak setiap hari ia mendapatkan kenikmatan itu. Ibunya yang hanya buruh mbatik juga tidak mampu membiayai kebutuhan sekolah Dahlan, uang hasil mbatik setiap hari hanya cukup untuk makan sehari-hari. Tak ada yang spesial dari masakan ibunya, namun jika ibunya yang memasak makanan itu, semua terasa sangat nikmat bagi Dahlan, Zain dan Ayah. Dahlan kini telah lulus dari SR, dan ia ingin masuk SMP N 1 Magetan, sekolah paling bergengsi dan menjadi sekolah favorit bagi anak-anak Kebon Dalem. Namun ketika ia melihat dua angka merah di ijazahnya nyalinya menciut, tapi ia tetap ingin bersekolah disana. Namun ini bertolak belakang dengan ayahnya. Ayah Dahlan yang berlatar belakang pesantren, ingin anaknya melanjutkan sekolah ke Pesantren Takeran, selain karena kedua kakaknya yang dulu juga nyantri disana, mereka masih ada ikatan saudara dengan pendiri Pesantren Takeran. Maka dari itu, ayah Dahlan bersikeras agar Dahlan mau bersekolah di Pesantren Takeran. Dahlan tidak bisa menolak lagi, beberapa cara sudah ia lakukan untuk membujuk ayahnya, namun semua sia-sia, akhirnya ia menuruti kemauan ayahnya dan melanjutkan sekolah di Pesantren Takeran. Umur manusia tidak ada yang tahu, Kematian juga tidak ada yang bisa mengetahui kapan akan datang. Itu juga yang terjadi pada Ibu Dahlan, ia tidak mempunyai firasat apapun ketika tiba-tiba ibu sakit dan menginap dirumah sakit selama beberapa hari hingga akhirnya terdengar kabar bahwa ibunya telah meninggal, tak ada ekspresi apapun dari Dahlan, ia bingung harus mempercayai omongan orang yang ditemuinya atau itu hanya gurauan untuk menakut-nakutinya. Dengan perasaan masih belum percaya ia pulang dan ketika ia masuk kedalam rumah, yang ia temukan adalah seseorang yang sangat ia kenal terbaring kaku di atas tikar pandan. Ya... itu ibunya, ibu yang sangat ia cintai kini telah tiada. Setelah kepergian ibunya ia mencoba bangkit dan berjuang melawan kepedihannya. Kini ia masuk kelompok voly Pesantren Takeran, berbagai lomba dari tingkat desa, kecamatan ia ikuti. Sampai suatu saat Pesantrennya di undang untuk mengikuti lomba voly tingkat kabupaten, sungguh senang hati Dahlan, ia berusaha dengan sungguh-sungguh agar timnya bisa menang. Ketika timnya mengambil undian, sungguh beruntung, mereka mendapat giliran saat semifinal. Mereka yakin akan masuk final, karena lawan mereka tergolong mudah untuk dikalahkan, dan ternyata memang benar, tim Dahlan menang dan berhasil masuk final. Disatu sisi ini sangat menguntungkan bagi tim Dahlan, namun disisi lain, mereka akan berhadapan dengan tim dari SMP N 1 Magetan yang terkenal jago. Tidak ada masalah yang berarti ketika awal-awal pertandingan, namun ketika final, panitia tiba-tiba membuat peraturan, peserta lomba wajib memakai sepatu, sedangkan ada dua orang dari tim Dahlan yang tidak mempunyai sepatu, dan salah stunya adalah Dahlan. Ini merupakan masalah besar bagi tim Dahlan, karena tidak mungkin ia bisa mendapatkan sepatu dalam waktu sesingkat itu. Lalu apa yang akan terjadi selanjutnya.... Silahkan baca sendiri ceritanya dalam buku “Sepatu Dahlan”. Bukunya sudah bisa dipinjam di Perpustakaan Kopma UGM lho..... Ayo buruan baca, nggak nyesel kok, ceritanya bagus banget, dan semoga bisa menginspirasi kita smua... selamat membaca.....

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS